Chapter 193: Makan Siang Bersama Christina
Chapter 193: Makan Siang Bersama Christina
Randika menelusuri kota ini tanpa memikirkan apa-apa, dia menikmati kesendiriannya ini.
Namun tiba-tiba, ada suara yang memanggilnya dari belakang.
"Randika!"
Ketika menoleh, Randika menyadari bahwa Christina lah yang memanggil dirinya.
Christina melambai dengan senyuman manis di wajahnya. Sepertinya dia senang berjumpa dengan Randika.
"Benar-benar kebetulan." Randika menghampirinya dan membalas senyumannya.
"Tumben kamu di sini?" Christina bertanya dengan nada imut.
"Aku kerja terlalu keras dan kepalaku benar-benar penuh, jadinya aku jalan-jalan untuk menyegarkan diri." Randika menggelengkan kepalanya.
Hari ini Christina tidak terlalu berdandan, dia memakai baju ala kadarnya. Tetapi sosoknya yang seperti ibu rumah tangga ini tidaklah buruk, Christina pasti akan menjadi istri yang baik kelak.
"Kalau kamu?" Randika balik bertanya.
"Aku sedang menemani ibuku belanja." Jawab Christina sambil tersenyum.
"Apa? Mamamu juga ada di sini?" Randika terlihat sedikit panik.
"Iya." Christina menganggukan kepalanya dan melihat Randika yang tiba-tiba menjadi tegang itu.
"Kalau begitu aku cabut dulu ya, aku ada urusan lain." Randika ingin cepat-cepat pergi, dia tidak tahan dengan seribu pertanyaan dan antusiasme ibunya Christina itu.
Kekuatan mak comblang seorang ibu benar-benar mengerikan!
"Tintin, bantuin mama bawa barangnya. Eh, ada nak Randika!" Namun semuanya sudah terlambat, suara ibunya Christina sudah terdengar dari belakangnya.
Randika menoleh dan memaksakan dirinya tersenyum. "Ah tante selamat siang, aku kebetulan ada urusan pekerjaan di daerah ini dan sekarang sudah waktunya untuk kembali. Jadi aku pergi dulu ya."
"Aduh kalau masalah pekerjaan tante tidak bisa berkata apa-apa." Ayu, ibunya Christina, tersenyum pada Randika. "Tapi bukannya kamu sudah janji untuk makan bersama kita? Bagaimana kalau kita makan siang dulu, tante akan masak makanan terbaik yang akan pernah kamu makan."
"Ah tante tidak usah repot-repot gitu."
"Aduh kalau demi menantu tante rela kok."
Melihat gelagat Randika, Christina memberanikan dirinya. Dia menggenggam erat Randika sambil tersipu malu.
Melihat tindakan Christina ini, Randika menatapnya. Sepertinya perempuan ini ingin dirinya menyetujui undangan ibunya.
Randika merasa ragu dan bingung, namun pada saat ini, Ayu sudah memberikan tas belanjanya pada anaknya. Sehingga tangan kirinya Christina memegang tas belanja dan tangan kanannya memegang tangan Randika.
"Sudah ngikut saja kamu, enak kok masakan tante ini."
Dengan hati yang enggan, Randika menuruti dan berjalan sambil berpengangan tangan dengan Christina.
Randika mengintip Christina dari sudut matanya, perempuan itu terlihat senang ketika berjalan bersama dengannya.
Randika benar-benar tidak berdaya, sepertinya kabur bukanlah pilihan yang baik.
Sesampainya di rumah, Ayu langsung bersiap untuk memasak.
"Tin, kamu duduk dan temani Randika saja. Serahkan urusan dapur pada mama."
Melihat ibunya mulai sibuk di dapur, Randika sedikit merasa tidak enak. "Apakah mamamu itu tidak butuh bantuan?"
"Sudah biarin saja mamaku itu." Christina dengan cepat tertawa ketika melihat wajah sungkan Randika.
"Omong-omong, nanti kamu harus membantuku."
Setelah menaruh barang-barangnya, Christina duduk di sebelahnya Randika.
"Aku tidak bisa membantumu terlalu banyak, semua tergantung dirimu sendiri."
"Setidaknya tolong beritahu pertanyaan apa yang akan ditanyakannya." Randika tersenyum pahit. Ayu benar-benar memandang dirinya sebagai menantunya, apalagi setelah dirinya terpegok sedang berciuman dengan anaknya di luar rumahnya.
"Seharusnya pertanyaannya tidak terlalu sulit jadi seharusnya tidak ada masalah." Kata Christina sambil berusaha menenangkan Randika.
Randika mengulurkan tangannya dan memegang kedua tangan Christina, dia lalu berkata dengan nada serius. "Kita hanya bisa melalui ini bersama."
"Kami ini alay banget ya, kita kayak mau pergi perang begini." Kata Christina sambil tertawa.
Ayu kebetulan mau mengambil piring dan menyadari anaknya sedang berpegangan tangan dengan Randika, hal ini membuat dirinya senang.
Dia sangat menyukai calon menantunya ini, dia mengakui kemampuan anaknya mencari calon suami yang baik.
"Tin, biarkan Dika makan cemilan dulu." Kata Ayu sambil kembali ke dapur.
Dika?
Dalam sekejap, Randika merinding bagaikan berada di kutub utara dan badannya tidak bisa berhenti gemetar beberapa waktu.
Bahkan kakeknya tidak pernah memanggil dia seakrab itu.
Melihat reaksi Randika, Christina justru tertawa. "Salahmu sendiri memanggilku Tintin, jadi kalau kamu punya panggilan jangan salahkan aku."
Randika tidak berdaya. "Itu. Tidak sama."
Apakah itu bisa disamakan? Bagaimanapun juga, Christina adalah anaknya jadi wajar dia memberi nama panggilan sedangkan dirinya? Hal ini membuat dirinya pusing.
Tak lama kemudian, Ayu memanggil mereka berdua untuk makan siang.
Ketika sesampainya di meja makan, Randika terkejut ketika melihat makanan yang begitu mewah. Hampir ada 10 macam makanan seperti bebek peking, ayam cabe kering, gurame asam manis, lumpia udang dll. Randika sama sekali tidak bisa menahan air liurnya, bau tiap makanan benar-benar sedap!
"Ayo, ayo, duduk dan jangan sungkan. Tin, ambilkan Dika sendok garpunya." Ayu mempersilahkan Randika duduk.
Randika lalu duduk dan menerima sendok garpu dari Christina, dia lalu duduk di samping Randika.
Randika hanya menatap makanan-makanan lezat ini, karena dia tamu, dia sungkan mengambil makanan duluan.
"Tin, ambilkan nasi buat Dika." Kata Ayu sambil menendang kaki anaknya itu.
Sambil menahan rasa sakit, Christina mengambilkan nasi dan lauk buat Randika. Randika sendiri was-was, dia hanya bisa nurut.
"Ayo dimakan semuanya ya, tante buat makanan ini susah payah lho." Ayu tersenyum dan ikut menaruh makanan di piring Randika.
Wow sebanyak ini?
Wajah Randika berkedut, sepertinya ibu satu ini ingin memikat hatinya melalui makanan.
Melihat Randika yang kewalahan seperti ini, Christina hanya bisa tertawa.
Ayu lalu menatap Randika sambil mengerutkan dahinya. "Kenapa kamu tidak makan? Apa kamu tidak suka dengan masakan tante?"
"Ah? Tidak, tidak, masakan tante benar-benar enak." Randika dengan cepat mengambil sendok garpunya dan mulai melahap. Dia menyadari bahwa Ayu menatapnya sambil tersenyum, senyuman itu benar-benar mengerikan.
"Aduh tante jangan ngeliatin aku gitu terus dong, tante juga ikut makan ya." Kata Randika.
Ayu hanya menggelengkan kepalanya dan berkata sambil tersenyum. "Dika, bagaimana progresmu sama Tintin? Apa sudah ada kemajuan? Kalian sudah berhubungan badan belum?"
Randika yang sedang mengunyah hampir memuntahkan makananannya.
"Uhuk, uhuk!" Randika tersedak sedangkan wajah Christina di sampingnya benar-benar merah.
Ibu yang satu ini benar-benar tidak tahu kata sungkan!
Meskipun kulit Randika sangat tebal, ini masih kalah tebal dengan ibu rumah tangga satu ini.
Di hadapan wanita cantik, kata "malu" tidak ada di kamus Randika. Tetapi di depan ibunya Christina ini, dia sedikit malu karena pertanyaan yang diajukan selalu membahas topik sensitif. Randika merasa kalah dan tidak berdaya.
"Maaf tante Kami belum sampai ke situ." Randika berusaha menata kata-katanya. Inilah alasan dia malas untuk datang ke rumah ini, bukannya makan malah dia diinterogasi.
"Pelan sekali hubunganmu! Bukannya anak muda jaman sekarang berhubungan badan setelah mereka bertemu?" Ayu menghela napasnya.
"Ma" Christina sudah tidak tahan lagi, kenapa ibunya malah ingin anaknya berhubungan badan sebelum menikah?
"Hahaha maaf, maaf, sudah ayo cepat dimakan." Ayu juga sadar bahwa dia tidak boleh menakut-nakuti Randika, kalau tidak menantu idamannya ini akan pergi! Biarlah anaknya mengatur kecepatan hubungannya dengan sendirinya.
Randika menghela napas lega di hatinya, akhirnya dia bisa makan dengan perasaan tenang.
Ketiga orang ini menggerakan sendok garpu mereka, Ayu tetap sesekali bertanya, Randika terus-menerus menikmati makanan mewah ini dan Christina sendiri makan dengan wajah merahnya.
Namun, tiap detiknya selalu ada lauk dan nasi yang dituangkan oleh Ayu di piringnya jadi piringnya Randika selalu penuh.
"Tante makasih perhatiannya, nanti aku bisa nambah sendiri kok. Nanti lauknya habis malah tante tidak dapat apa-apa."
Namun, semua ini percuma karena piring Randika tetap penuh sepanjang waktu.
Ayu hanya berkata sambil tersenyum. "Dika, kapan kamu akan menikah? Minggu ini atau minggu depan?"
Minggu ini atau minggu depan?
Alis Randika tidak bisa berhenti berkedut. Bahkan jika dia ingin menikah, waktu yang dibutuhkan tidak secepat itu. Orang normal saja akan menyiapkan acara penting ini dalam hitungan bulan dan ibu ini ingin dirinya menikah kurang dari 7 hari?
Randika sudah kehabisan kata-kata sementara Ayu tidak bisa berhenti bertanya. "Aku harap sih kamu cepat memberikan tante cucu buat ditimang, kamu inginnya anak laki atau perempuan?
Keringat dingin di dahinya mulai keluar. "Tante, aku sama sekali belum pernah membahas ini dengan Christina"
"Tidak masalah, tidak masalah. Lebih baik dibahas secepat mungkin jadi kalian ada gambarannya. Apa kamu mau bantuan tante untuk mengatur pernikahan kalian?"
Randika menatap Christina yang diam seribu bahasa di sampingnya. Randika diam-diam menendang kaki Christina, meminta bantuan. Melihat wajah dan tatapan mata minta tolong Randika, Christina tidak bisa berhenti tertawa.
"Ma sudahlah, biarkan kita makan dulu. Nanti setelah makan baru kita bicara." Kata Christina.
Randika, yang merasa seperti tahanan diinterogasi ini, merasa bahwa Christina hanya mengulurkan waktunya saja, bisa-bisa setelah makan dia akan dibombardir lebih dahsyat lagi.
Setelah makan dirinya harus segera kabur!
"Baiklah, baiklah," Ayu tersenyum dan menatap Randika. "kita makan dulu setelah itu kita lanjutkan pembicaraan kita tadi."
Setelah beberapa saat akhirnya acara makan siang ini telah selesai.
"Sudah kamu duduk saja, biarkan tante yang mencuci piringnya." Kata Ayu. Tetapi Randika dengan cepat mengatakan. "Tante maaf, aku ada urusan kerja jadi harus pergi sekarang."
"Lha ngapain buru-buru?" Ayu tidak mau menyerah tetapi Christina mengerti maksud Randika dan berkata dengan nada serius. "Sudahlah ma, Randika lagi sibuk. Dia juga sudah janji akan datang lagi."
"Iya tante nanti aku datang lagi kok. Aku benar-benar perlu kembali bekerja sekarang." Randika menambahkan.
"Kalau begitu baiklah, janji lho ya."
"Iya tante tidak usah khawatir." Balas Randika.
Berjalan keluar menuju pagar bersama Christina, Randika menghembuskan napas lega.
"Bagaimana rasanya diomeli mamaku?" Tanya Christina.
Randika lalu berbisik padanya. "Selama kamu mengandung anakku, dia tidak akan pernah mengomel lagi."
Christina langsung tersipu malu. "Ran serius aku ini."
"Hahaha, sudah ya aku benar-benar harus kembali kerja."
"Baiklah, hati-hati di jalan." Kata Christina, di dalam hatinya dia sebenarnya sedih melihat Randika pergi.
Namun, bukannya melambaikan tangan tetapi Randika memberinya ciuman perpisahan. Christina sama sekali tidak menghindar ataupun menolaknya, setelah mereka selesai berciuman Christina tersenyum manis.
Setelah selesai makan siang di tempat mengerikan itu, Randika sudah malas untuk kerja lagi. Perkembangan ramuan X benar-benar membuatnya pusing jadi lebih baik dirinya mengandalkan Yuna untuk saat ini.
Sesampainya di rumah, Randika masuk ke kamarnya dan mengontak Yuna.
Tetapi setelah menunggu lebih dari 2 jam, Yuna sama sekali tidak masuk ke dalam chat video mereka.
Randika merasakan firasat buruk.
Pada saat ini, tiba-tiba ada seseorang masuk di chat video mereka dan berkata dengan nada yang datar. "Sudah lama kita tidak bertemu tuanku."