Chapter 252: Ketakutan yang Dimiliki oleh Viona
Chapter 252: Ketakutan yang Dimiliki oleh Viona
Ikut denganmu?
Ngelawak bro?
Tatapan mata Randika terlihat jijik. Jika bukan karena sikap Richard yang baginya jarang nampak di sebuah keluarga yang kaya, Randika sudah pasti meladeni pengawalnya yang tidak tahu diri itu.
Richard sendiri sudah marah-marah. "Stefan cukup!"
Harus dikatakan bahwa majikan seperti Richard ini jarang membentak dirinya.
"Tetapi tuan muda, orang ini " Stefan menatap Randika dan hendak mengatakan sesuatu.
"Sudah cukup, apa kamu tidak percaya dengan kata-kataku?" Kata Richard.
Melihat wajah serius tuan mudanya, Stefan mulai mengalah.
Randika menarik kembali tenaga dalamnya serta aura membunuhnya, dia berjalan kembali tetapi Richard berusaha menyusulnya.
"Tunggu!"
Sebenarnya Richard masih merasa bersalah karena dirinya ini, orang ini telah diculik. "Setidaknya biarkan aku mengantarmu sebagai permintaan maaf."
Randika dapat merasakan ketulusan dari permintaan maaf Richard. Pemuda di depannya ini benar-benar bagus, jadi dia setuju.
Melihat Randika yang setuju, Richard mengambil mobil mewahnya dan Randika duduk di samping kursi pengemudi.
"Stefan, pulanglah jalan kaki sambil memikirkan apa yang telah kau perbuat." Kata-kata tuan mudanya ini membuat Stefan berhenti membuka pintu belakang mobil.
Melihat mobil mewah itu perlahan menghilang, Stefan merasa tidak berdaya. Dia lalu berbicara di headset miliknya. "Tim 2 awasi tuan muda dengan baik tetapi jangan sampai keberadaan kalian diketahui."
Tidak lama kemudian, sebuah mobil menjemput Stefan yang wajahnya sudah benar-benar buruk.
Di mobil, Richard terlihat bersemangat ketika menyetir. "Omong-omong, aku belum mengenalkan diriku. Namaku adalah "
"Richard, namamu adalah Richard." Kata Randika dengan nada datar.
"Oh? Kenapa kamu bisa tahu?" Richard cukup terkejut. Namun setelah dipikir-pikir, seharusnya para penculiknya lah yang memberi tahu namanya.
"Namaku Randika."
Richard terlihat bersemangat ketika dia mengatakan. "Kamu sangat luar biasa ketika berhasil mengalahkan pengawalku yang kuat tadi."
Randika sama sekali tidak menoleh. Menghadapi ikan teri seperti Stefan bukanlah hal mengagumkan baginya, sudah ribuan Stefan yang sudah dia bunuh.
Itulah kehebatan Ares sang Dewa Perang, semakin banyak mayat yang menumpuk semakin hebat namanya.
Oleh karena itu, Randika malas membalas pujian Richard itu.
Richard sama sekali tidak berhenti mengoceh meskipun Randika mencueki dirinya. Dia lalu bercerita. "Pengawalku Stefan itu aslinya jago bela diri, tetapi aku tidak menyangka masih ada orang yang lebih kuat darinya. Aku selalu kagum dengan orang-orang kuat, jadi aku harap kita bisa berteman."
Berteman?
Randika kehabisan kata-kata, dia lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu."
Randika tidak tertarik berteman dengan orang kaya ataupun keluarga yang berpengaruh. Tangannya sendiri sudah penuh dan berteman dengan orang seperti mereka pasti ada udang di balik batu.
Tentu saja, tangannya penuh karena setiap hari tangannya harus meraba istrinya atau Viona atau Christina atau malaikat-malaikat lainnya!
Perjalanan hidupnya untuk membuat dunia haremnya masih panjang.
Mendengar penolakan Randika, Richard cukup terkejut. "Ah, kamu mungkin orang yang tidak terlalu suka bersosialisasi ya? Kalau begitu, aku akan menganggapmu kakakku."
Randika menghela napasnya. Dia lalu menoleh ke arah Richard dan berkata dengan nada serius. "Aku tidak butuh adik."
".."
Richard merasa malu beberapa saat, kenapa dia mengusulkan hal yang bodoh?
Sejujurnya, Richard hanya ingin berteman dengan Randika. Dia tidak bodoh, dia dapat melihat dengan jelas bahwa Randika adalah orang yang kuat. Setelah mengetahui hal tersebut, mana mungkin dia melepaskan 'payung' seperti itu?
Namun, Randika sama sekali tidak tertarik pada dirinya.
Sepanjang jalan, Richard tidak berhenti berbicara. Tetapi omongannya itu sama sekali tidak didengar oleh Randika. Akhirnya, mobil mewah itu berhenti di depan perusahaan Cendrawasih.
Ketika Randika membuka pintu, Richard berkata pada dirinya. "Tinggalkan aku nomor teleponmu."
Namun, Randika hanya membanting pintu mobil dan berjalan masuk ke dalam gedung.
Richard menggelengkan kepalanya sambil menghela napas. "Ah Seandainya saja aku ini perempuan maka aku pasti bisa membujuknya. Sayang sekali kekuatan sebesar itu lepas dari tanganku."
...
Tanpa basa-basi, Randika langsung menuju ruangannya.
Pada saat ini, tubuhnya masih dalam keadaan stabil; kekuatan misterius di dalam tubuhnya juga stabil. Mungkin karena energi feminimnya Inggrid yang dia terima dari Inggrid karena hubungan badannya, kekuatan misteriusnya itu sama sekali tidak memberontak.
Namun, pandangan Randika mengenai kekuatan misteriusnya itu sudah berubah. Awalnya dia mengira bahwa kekuatan misterius ini adalah beban yang menggerogoti tubuhnya perlahan. Namun, karena perjalanannya ke Jepang itu, dia mengetahui betapa luar biasanya kekuatan misterius miliknya ini.
Bisa dikatakan bahwa jika dia berhasil mengontrolnya maka dia tidak akan terkalahkan. Pertama kali dia mencicipi buah terlarang ini ketika berada di ruang bawah tanah milik Shadow. Dengan bantuan energi misterius itu, dia berhasil mengeluarkan racun dalam tubuhnya dan membuka pintu tahan nuklir itu.
Berikutnya ketika dia bertarung melawan Apollo dan Brahman. Awalnya dia sangat kewalahan menghadapi dua orang kuat itu. Tetapi dengan bantuan kekuatan misteriusnya itu, dia merasakan energi yang melimpah terus mengalir deras dari dalam tubuhnya.
Sejak kembalinya ke Indonesia, Randika terus berpikir bagaimana menghadapi kekuatan misterius dalam tubuhnya ini. Jika dia bisa mengendalikannya dengan benar, menjadi nomor 1 di dunia bukanlah impian semata.
Meskipun dia memiliki obat dari kakek ketiganya, itu hanya bisa mengendalikannya ketika energinya memberontak bukan menjinakannya. Sedangkan ramuan X yang dibuatnya itu efeknya benar-benar kecil, bisa dikatakan belum ada terobosan besar. Jika dia benar-benar bisa mengendalikan kekuatan misteriusnya ini 100%, mungkin dia bisa memiliki jurus pamungkas.
Namun, dia tidak punya cara untuk mewujudkannya. Ramuan X yang dimilikinya sekarang tidak bisa membantunya untuk saat ini.
Namun, ramuan X itu adalah terobosan yang dihasilkan oleh Yuna dan timnya setelah melakukan eksperimen ribuan kali. Mungkin dengan sedikit arahan dan meneruskan perkembangan ramuan X ini, ramuan itu bisa membantunya menjinakkan kekuatan misteriusnya ini?
Ide seperti ini terus terngiang-ngiang di benak Randika. Godaan menyerap kekuatan sebesar itu benar-benar sungguh menggoda.
Randika masih berpikir keras sambil menundukan kepalanya, namun tiba-tiba Viona menghampiri dirinya.
"Ran" Viona terlihat malu-malu dan memanggilnya dengan pelan.
Sebulan ini, Viona tidak pernah berhenti mencari Randika sepanjang hari. Namun, usahanya selalu berakhir dengan kegagalan; dia terkena penyakit rindu. Selama momen kesepian ini, Viona kehilangan nafsu makan dan berdoa tidak terjadi apa-apa pada Randika. Dia sangat khawatir bahwa Randika yang menghilang tiba-tiba ini adalah karena dia telah dipecat, jadi Viona pergi ke HRD untuk memastikan. Mendengar bahwa HRD sendiri tidak tahu apa-apa mengenai Randika, hatinya makin cemas.
Melihat sosok Randika yang tiba di kantor ini membuat beban hati Viona terlepas semua.
"Ada apa?" Randika mengangkat kepalanya dan menatap Viona sambil tersenyum. Hari ini pakaian Viona tidak terlalu terbuka seperti biasanya. Malahan baju yang dipakainya memiliki kesan segar, cukup enak dilihat. Namun, dengan penglihatan super miliknya, dia masih dapat melihat pakaian dalam Viona yang mencolok itu.
"Ran dari mana saja kamu selama ini?" Viona berkata dengan nada pelan dan terdengar sedih.
Randika tiba-tiba menyadari apa yang telah dia perbuat dan menjadi panik.
"Maafkan aku tidak memberimu kabar apa pun Vi. Sebulan ini aku ada pekerjaan yang harus kulakukan di luar jadi aku tidak sempat mengabarimu." Randika langsung meminta maaf. Dia lalu meraih tangan Viona. "Biarkan aku mengganti waktu kita yang hilang itu."
Yang dia maksud dengan mengganti waktu mereka yang hilang itu adalah tentu saja bertukar ciuman atau lebih! Merasakan tangan Randika yang memegang pantatnya, Viona tersipu malu.
"Kalau begitu kamu bisa mengajakku makan malam hari ini." Kata Viona dengan wajah merah.
Viona memberanikan dirinya untuk mengambil langkah. Dia benar-benar mencintai Randika tetapi mereka tidak pernah berbuat lebih dari sekedar ciuman saja. Dia takut bahwa hubungan mereka ini akan berakhir begitu saja tanpa pernah mekar. Dia sangat takut bahwa Randika akan meninggalkan dirinya.
Randika tersenyum. "Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan makan malam bersama."
Mendengar janji Randika, wajah Viona kembali cerah dan tersenyum. Setelah berbincang sebentar, akhirnya Viona kembali bekerja.
Melihat Viona yang ceria kembali itu meninggalkan dirinya, Randika menghirup napas dalam-dalam. Dia masih dapat merasakan parfum milik Viona yang harum itu.
Meskipun Viona adalah perempuan yang pemalu, rupanya dia juga tidak pantang menyerah. Sekalinya dia jatuh cinta, dia akan mengejar pria yang dicintainya itu meski ke ujung bumi. Itulah yang dirasakan oleh Randika.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin dia meninggalkan perempuan cantik dan setia seperti itu?
Tentu saja, kalau masalah hubungan badan itu hanyalah masalah waktu. Dia akan membuat tubuh Viona tidak bisa melupakan dirinya.
Waktu berjalan dengan cepat. Randika bekerja dengan keras seharian ini tetapi ramuan X masih tidak ada kemajuan. Saking jengkelnya, dia ingin membubarkan laboratoriumnya ini. Bagaimanapun juga, dengan level dan peralatan yang dimiliki perusahaan ini tidak memadai. Masalah ramuan X memang seharusnya dia serahkan Yuna dari awal.
Namun, setelah memikirkannya dengan baik, Randika memutuskan untuk mempertahankan laboratorium miliknya ini. Lagipula, jika dia tidak sedang mengembangkan ramuan X, orang-orang ini bisa dia salurkan menuju departemen parfum.
Sekarang waktunya pulang jam kerja. Ketika Randika berjalan keluar dari ruangan, Viona sudah menunggu dirinya.
"Ayo!" Wajah Viona terlihat senang dan senyumannya benar-benar lebar.
.....
"Vi, kita mau ke mana?" Randika dan Viona berjalan bersama di jalan. Setelah cukup jauh dari perusahaan mereka, Viona memeluk lengan Randika kuat-kuat dan kepalanya bersandar di pundak Randika.
"Bagaimana kalau kita pergi minum? Aku belum pernah ke bar sebelumnya." Kata Viona.
"Baiklah." Randika lalu berbisik di telinganya. "Vi, nanti setelah kita dari bar, apakah kamu mau"
Sebelum Randika bisa menyelesaikan, Viona sudah sadar senyuman nakal milik Randika itu. Momen yang dia tunggu telah tiba, dia dengan tersipu malu menganggukkan kepalanya dan mencengkeram erat lengan Randika.