Chapter 275: Ingin Kutarik Kata-kataku Barusan
Chapter 275: Ingin Kutarik Kata-kataku Barusan
Pecahan tembok, alat-alat konstruksi dll itu mengarah pada Randika dan Inggrid yang menggantung di udara. Bahkan sudah ada pecahan tembok yang siap menghancurkan kepala mereka berdua.
Gawat!
Randika mengerutkan dahinya. Pada saat yang sama, sabuk yang terikat pada pegangan kursi itu mulai lepas karena getaran dari ledakannya. Mendadak, kedua orang ini meluncur turun kembali.
"Ah tidak!"
Pada saat ini, Inggrid kembali menutup matanya dan memeluk erat Randika.
Sialan, kenapa momen romantisnya ini selalu terganggu?
Beda dengan Inggrid, Randika masih berwajah tenang. Bagaimanapun juga, mereka hanya menggelantung 3 lantai dari bawah. Bagi Randika, ketinggian seperti ini bukanlah sebuah masalah. Siapa dirinya? Dia adalah Ares salah satu dari 12 Dewa Olimpus! Melompat dari lantai 10 bukanlah masalah, namun melompat dari lantai 20 sambil menyelamatkan orang, itu baru sebuah masalah besar.
"Sayang, berhentilah berteriak." Kata Randika dengan santai.
"Ah?" Inggrid membuka matanya secara perlahan dan menyadari bahwa mereka sudah mendarat dan Randika sedang berlari sambil menggendongnya. Meskipun sudah mendarat dengan aman, mereka masih dalam radius pasca ledakan jadi Randika tidak ragu-ragu untuk lari dari lokasi ini.
Dengan kecepatannya, Randika berhasil menghindari bahaya.
BOOM!
Pada saat ini, sebuah mayat gosong dari ketinggian jatuh ke tanah dengan keras. Mayat itu adalah Shadow, akhirnya perempuan itu mati di tangan Randika dan terkubur oleh jebakan yang dia buat sendiri.
....
Sambil menggendong Inggrid di perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di rumah. Sekarang setelah Shadow telah mati, Randika bisa bernapas lega. Sudah tidak ada ancaman seperti ini lagi untuk sementara waktu.
"Sudah sampai." Randika menatap Inggrid yang berada di pelukan tangannya.
Inggrid mengangguk pelan, digendong oleh Randika memberinya rasa aman dan dia sudah terlanjur nyaman jadi dia sedikit kecewa ketika turun.
"Sayang, mandi dulu sana biar segar." Kata Randika sambil mengelus kepala Inggrid.
Setelah itu, Randika mulai memasak untuk mereka berdua. Dari siang hingga larut malam ini, Randika sama sekali tidak makan. Dia benar-benar cemas pada Inggrid sampai-sampai dia tidak bisa makan ataupun minum.
Alasan kedua dia memasak adalah masakan istrinya yang lebih beracun dari racun milik Shadow. Randika lebih memilih untuk memasak daripada mengulangi penderitaannya yang dulu.
Setelah makanan telah jadi, Randika juga mandi. Ketika Randika selesai, kebetulan Inggrid juga telah selesai.
"Sudah enakan sayang? Kamu tidak perlu khawatir dengan kejadian tadi lagi." Kata Randika sambil tersenyum dan memeluk Inggrid dari belakang.
Inggrid mengangguk, sebenarnya dia masih takut ketika memikirkan apa yang telah dia alami barusan.
Randika melahap makanannya dengan lahap, sedangkan Inggrid tidak terlalu nafsu untuk makan. Sepertinya dia masih kepikiran dengan kata-kata Shadow tadi.
Randika dapat melihat hal ini dengan jelas. Ketika dia ingin bercanda untuk meringankan suasana, Inggrid tiba-tiba berkata padanya. "Ran, perempuan yang menculikku itu tadi menceritakan ke aku bahwa kamu adalah Ares, benarkah itu?"
Tubuh Randika langsung menjadi kaku. Randika tidak ingin Inggrid tahu siapa dirinya yang sebenarnya, jadi ini bukanlah situasi yang bagus. Hal ini sama seperti Inggrid tidak mau menceritakan masalah pertunangannya dengan keluarga Alfred, Inggrid khawatir bahwa Randika akan terseret masalah keluarganya itu. Oleh karena itu, Randika tidak ingin Inggrid mengetahui siapa dirinya sebenarnya karena alasan itu.
Jangan pikir bahwa kehidupan di Indonesianya ini jauh dari kata bahaya. Istananya di Jepang itu saja penuh dengan mata-mata dan pemberontakan Bulan Kegelapan hanyalah salah satu contoh bahaya yang dia hadapi selama ini. Pasukannya selalu mengalami pertempuran tanpa henti, dunia bawah tanah selalu penuh dengan bahaya yang mengintai.
Setelah terdiam beberapa saat, Randika membalas. "Jadi semuanya berawal dari aku berkeliling dunia"
Ketika Randika memutuskan untuk jujur pada Inggrid, bibirnya telah dihalangi oleh tangan Inggrid.
"Tidak, aku tidak ingin mendengar seluruhnya. Aku hanya ingin tahu siapa suamiku itu sebenarnya, masa lalumu bukanlah masalah bagiku."
Mendengar kata-kata itu, mata Randika menjadi merah. Namun, Inggrid hanya tersenyum tulus pada dirinya.
"Aku hanya penasaran. Bagaimanapun juga, dilihat dari sisi manapun juga, kamu itu bukan penjual mie ayam. Aku hanya ingin tahu siapakah dirimu yang sekarang ini. Aku ingin memastikan bahwa kamu tetaplah orang yang sama dengan orang yang kucintai." Kata Inggrid.
Mendengar kata-kata ini, hati Randika terasa hangat. Randika mengenal Shadow, pasti cerita yang dia sampaikan pada Inggrid penuh dengan tragedi. Tetapi, Inggrid masih mempercayai dirinya dan sangat mencintai dirinya meskipun sudah mendengar sepak terjangnya.
Randika menggenggam tangan Inggrid dan memeluk Inggrid dari belakang.
"Sayang, aku sudah tidak sabar lagi." Randika mencium leher Inggrid dan meraba dadanya.
"Sayang, makanannya bagaimana?" Inggrid benar-benar lengah, titik erotisnya telah diserang oleh Randika.
"Aku hanya ingin memakanmu sekarang juga."
"Hei, ini di meja makan tahu." Inggrid memberikan perlawanan terakhirnya.
"Tidak ada orang di rumah ini selain kita." Randika sudah tidak sabar dan mulai memainkan tangannya. Sambil berciuman, dia dengan cepat membuka bajunya Inggrid!
Inggrid sudah menutup matanya dan pasrah dengan keadaannya. Tidak butuh waktu yang lama, keduanya mulai meluapkan cinta mereka di atas meja.
Di rumah kosong ini, hanya suara benturan pinggang dan desahan yang dapat terdengar.
"Ran, tunggu! Aku mau keluar!"
"Sudah mau lagi? Biarkan aku istirahat sebentar! Ah!!"
....
Keesokan harinya, Randika membuka matanya dan menemukan Inggrid tertidur di lengannya.
Melihat istrinya yang tidur dengan tenang, Randika tidak bisa untuk tidak membandingkannya dengan seekor kucing. Tidak kuat dengan keimutannya, Randika membelai rambut Inggrid dan mencium dahinya.
Inggrid tidak terbangun, dia hanya mengulet. Kemudian dia memeluk tubuh Randika dengan erat, bau tubuh Randika membuatnya merasa nyaman dan aman.
Randika tersenyum pahit, sekarang dia tidak bisa bergerak. Yang hanya bisa dia lakukan sekarang adalah membalas pelukannya itu dengan sebuah pelukan.
Sepertinya dia terjebak di tempat tidur.
Namun, suasana ini sama sekali tidak buruk. Tentu saja, momen ini lebih sempurna jika tangan kirinya juga memeluk perempuan lainnya.
Inggrid masih tertidur pulas di pelukannya Randika, Randika sendiri tidak ingin membangunkannya. Bagaimanapun juga, istrinya ini telah mengalami hal yang buruk kemarin malam jadi yang bisa dilakukannya adalah membiarkannya istirahat. Oleh karena itu, beberapa hari ke depan dia akan memaksa Inggrid untuk libur dari pekerjaannya dan bersenang-senang bersama dengan dirinya.
Randika dengan pelan membelai pipi istrinya itu, hatinya penuh dengan kehangatan. Lain kali, tidak, dia akan memastikan tidak akan pernah ada kejadian seperti ini terulang lagi.
Setelah 45 menit berlalu, Inggrid perlahan membuka matanya. Ketika dia membuka matanya, dia melihat Randika yang sedang menatap dirinya sambil tersenyum.
"Lho kok sudah bangun?" Randika memberi ciuman selamat pagi.
"Hmm? Jam berapa sekarang?" Inggrid mengucek matanya.
"Sayang, jangan khawatir dengan pekerjaan. Aku sudah mengabari bahwa kamu hari ini tidak akan masuk kerja, hari ini dan beberapa hari ke depan kamu akan istirahat di rumah. Tentu saja, aku akan selalu ada bersamamu. Percayakan kantormu itu pada orang-orangmu, mereka bukanlah orang-orang lemah." Kata Randika.
Inggrid hanya mengangguk dan kembali ke pelukannya Randika. Randika lalu berbisik ke telinga Inggrid sambil tertawa. "Sayang, karena pagi ini kita tidak ada pekerjaan, bagaimana kalau kita"
Tidak perlu diteruskan lagi, Inggrid sudah mengerti maksud Randika itu.
Wajah Inggrid dengan cepat menjadi merah, dia lalu bertanya pada Randika. "Sayang, apa kamu masih kuat?"
"Berani-beraninya kamu meremehkan suamimu ini! Aku harus menghukummu!"
"Tidak! Ah!"
Tidak lama kemudian, suara ranjang bergoyang terus terdengar beberapa saat disusul oleh desahan erotis dari Inggrid.
Setelah 3 ronde, Inggrid turun dan menyiapkan sarapan sedangkan Randika berjalan menuju kamarnya.
Randika segera menyalakan komputernya dan tak lama kemudian Yuna segera muncul di layar.
"Ran, tumben sekali kamu menghubungiku pagi-pagi?" Yuna masih memakai piyamanya yang longgar itu, kedua dadanya bergelantungan dengan bebas.
Namun, Randika baru saja menyantap Inggrid jadi konsentrasinya sangat tinggi.
"Aku telah membereskan Shadow." Kata Randika.
"Membereskan?" Yuna terlihat bingung. "Bukankah Shadow sudah mati sebelumnya?"
"Dia berhasil bertahan hidup." Kata Randika. "Kamu sekarang dapat berkonsentrasi penuh pada Bulan Kegelapan. Kikis kekuatannya perlahan dan tangkap segera si pengkhianat itu. Meskipun dia bukanlah sebuah ancaman berarti buat kita, kita harus membereskan masalah ini untuk selamanya. Kamu mengerti maksudku?"
Randika masih trauma dengan Shadow, perempuan itu tidak mengincar dirinya melainkan orang-orang yang di sekitarnya. Randika harus memastikan hal ini tidak terulang kembali, jadi satu-satunya jalan adalah membunuh Bulan Kegelapan. Terlebih, dari mana Shadow bisa ada di Indonesia dan mengerti bagaimana caranya menangkap boneka ginseng? Tentu saja, itu pasti memakai kekuatan dan sumber daya milik Bulan Kegelapan.
"Jangan khawatir, pasukan kita sudah bekerja dengan keras. Kita sudah mengeliminasi seluruh kekuatan Bulan Kegelapan di Jepang. Menurut informasi yang kudapatkan, dia telah lari ke Amerika. Setelah situasi di Jepang ini sudah stabil, kita akan mengejarnya."
Randika mengangguk. "Bekerja samalah dengan Frank dan Catherine untuk misi pengejarannya. Jika ada apa-apa, hubungi aku."
"Baik."
Setelah mematikan komputer, Randika berjalan menuju lantai 1. Pada saat ini, Inggrid yang memakai celemek itu menoleh sambil tersenyum. "Aku sudah memasak untuk suamiku tercinta, cepat duduk dan siapkan piringnya."
Randika yang baru saja datang itu melihat senyuman manis Inggrid, dia tidak tahu harus berbuat apa.
Rasa takut yang didapatnya ketika memakan makanan Inggrid kapan hari benar-benar melekat di benaknya.
Namun, sarapan ini dibumbui oleh sesuatu yang paling berharga di dunia ini. Benar, itu adalah cinta! Tidak ada bumbu yang lebih enak daripada cinta!
Ketika Randika duduk dan mengunyah makannya, hatinya sudah menangis. Dia ingin mengambil kembali kata-katanya barusan. Sepertinya lebih baik dia makan di luar bersama istrinya ini.
Namun, melihat senyuman Inggrid yang begitu lebar, Randika hanya bisa pasrah.